DUMAI (BKC) — Penasehat Hukum (PH) dari Kantor Zheen & Partners memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Dumai untuk membebaskan klien mereka, Inong Fitriani binti almarhum Ibrahim, dari seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Permohonan tersebut disampaikan dalam sidang agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang digelar Selasa pagi (29/7/2025).
Dalam pledoi yang dibacakan langsung oleh PH Abdul Azis, SH, MH, yang didampingi oleh Dewo Rianata, SH, dan Johanda Saputra, SH, pihaknya menyatakan bahwa Inong Fitriani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan sebagaimana dakwaan Pasal 263 ayat (1) KUHP yang dituduhkan oleh JPU.
“Kami memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa Inong Fitriani dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum, memulihkan nama baiknya, memerintahkan JPU mengeluarkannya dari tahanan, serta membebankan biaya perkara kepada negara,” tegas Abdul Azis.
Abdul Azis menegaskan bahwa penyampaian pledoi ini bukan bentuk konfrontasi terhadap JPU, melainkan sebagai bagian dari proses mencari keadilan. Ia mengutip asas hukum klasik fiat justitia ruat caelum (tegakkan keadilan walau langit runtuh) serta prinsip kehati-hatian dalam hukum pidana.
“Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, Inong Fitriani bertindak berdasarkan kuasa yang sah dari para ahli waris. Karena itu, segala tindakannya sebagai penerima kuasa tidak dapat serta-merta dimintai pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUHPerdata.
Selain itu, lanjutnya, tidak terdapat unsur niat jahat (mens rea) dalam perbuatan terdakwa. Bahkan, seluruh saksi, termasuk terdakwa sendiri, tidak mengetahui atau menyatakan bahwa dokumen yang digunakan adalah surat palsu.
“Dokumen uji autentifikasi tanda tangan dari Lembaga Kajian Psikografi GrafoLogi Indonesia menyimpulkan bahwa tanda tangan pada surat tersebut memiliki kesesuaian tinggi dengan pemilik aslinya, yaitu SET-K, sehingga dinyatakan autentik,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa seluruh alat bukti yang diajukan JPU berupa salinan (fotokopi), bukan dokumen asli. Hal ini, menurutnya, tidak memenuhi syarat formil sebagai alat bukti sah dalam hukum acara pidana.
“Hal tersebut turut ditegaskan oleh saksi ahli David Hardiago, SH, MH, dalam keterangannya di persidangan,” tambah Abdul Azis.
Ia menyimpulkan, tanpa kehadiran alat bukti asli, validitas dan kekuatan pembuktian dari barang bukti yang diajukan menjadi diragukan dan seharusnya dikesampingkan oleh majelis hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Inong Fitriani: Saya Tidak Menyesal, Ini Hak Keluarga Kami
Sementara itu, Inong Fitriani dalam persidangan menyampaikan bahwa dirinya tidak merasa bersalah dan akan terus memperjuangkan keadilan atas hak keluarga yang diyakininya telah dirampas.
“Saya tidak menyesal. Saya akan memperjuangkan keadilan. Tanah ini adalah hak keluarga kami,” ucapnya dengan tegas di hadapan majelis hakim.
Adapun sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pada Rabu (30/7/2025) dengan agenda replik (tanggapan JPU atas pledoi PH), dilanjutkan Kamis (31/7/2025) dengan agenda duplik (tanggapan PH atas replik JPU). Pembacaan putusan perkara ini dijadwalkan pada Jumat (1/8/2025) di Pengadilan Negeri Dumai. (*)
0 Komentar