JAKARTA (BKC) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek, dan gratifikasi. Penetapan ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat praktik korupsi.
Dilansir detiknews.com, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kasus yang menjerat Sugiri terbagi dalam tiga klaster besar korupsi, melibatkan pejabat daerah, pihak swasta, dan kerabat dekatnya.
“Klaster pertama adalah dugaan suap pengurusan jabatan Direktur RSUD Harjono Ponorogo,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (9/11/2025).
Menurut Asep, awalnya Yunus Mahatma (YUM), Direktur RSUD Harjono Ponorogo, mendapat kabar bahwa dirinya akan dicopot oleh Sugiri. Untuk mempertahankan jabatan, Yunus kemudian berkoordinasi dengan Sekda Ponorogo, Agus Pramono (AGP), menyiapkan sejumlah uang yang diduga diberikan kepada Sugiri.
“Pada Februari 2025, Yunus menyerahkan uang Rp 400 juta melalui ajudan Bupati. Lalu antara April hingga Agustus 2025, ada penyerahan tambahan Rp 325 juta kepada Sekda. Terakhir, pada November 2025, Yunus menyerahkan Rp 500 juta melalui kerabat Bupati,” ungkap Asep.
Total uang yang mengalir ke Sugiri dan Agus mencapai Rp 1,25 miliar, terdiri dari Rp 900 juta untuk Sugiri dan Rp 325 juta untuk Agus.
Pada klaster kedua, KPK menemukan dugaan suap proyek senilai Rp 14 miliar di RSUD Harjono Ponorogo tahun 2024. Dari proyek tersebut, pihak rekanan, Sucipto (SC), memberikan fee sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar kepada Yunus. Uang itu kemudian diteruskan kepada Sugiri melalui ajudan dan adik kandungnya, Ely Widodo (ELW).
Sementara klaster ketiga berkaitan dengan gratifikasi yang diterima Sugiri sepanjang 2023–2025, dengan total sekitar Rp 300 juta.
“Diduga SUG menerima Rp 225 juta dari Yunus dan Rp 75 juta dari seorang swasta bernama Eko (EK),” kata Asep.
KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Dirut RSUD Harjono Yunus Mahatma, dan Sucipto dari pihak swasta.
“Keempatnya ditahan untuk 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan,” jelas Asep.
Kasus ini menegaskan bahwa praktik jual beli jabatan dan proyek masih menjadi penyakit kronis birokrasi daerah, bahkan di tengah upaya pemerintah memperkuat integritas kepala daerah. (*)
Penulis: Edriwan








0 Komentar